Suku Asmat adalah nama dari sebuah suku terbesar dan paling terkenal di
antara sekian banyak suku yang ada di Papua, Irian Jaya, Indonesia.
Salah satu hal yang membuat suku asmat cukup dikenal adalah hasil ukiran
kayu tradisional yang sangat khas. Beberapa ornamen / motif yang
seringkali digunakan dan menjadi tema utama dalam proses pemahatan
patung yang dilakukan oleh penduduk suku asmat adalah mengambil tema
nenek moyang dari suku mereka, yang biasa disebut mbis. Namun tak
berhenti sampai disitu, seringkali juga ditemui ornamen / motif lain
yang menyerupai perahu atau wuramon, yang mereka percayai sebagai simbol
perahu arwah yang membawa nenek moyang mereka di alam kematian. Bagi
penduduk asli suku asmat, seni ukir kayu lebih merupakan sebuah
perwujudan dari cara mereka dalam melakukan ritual untuk mengenang arwah
para leluhurnya.
Penduduk Asmat pada umumnya memiliki ciri fisik yang khas,berkulit hitam
dan berambut keriting. Tubuhnya cukup tinggi. Rata-rata tinggi badan
orang Asmat wanita sekitar 162cm dan tinggi badan laki-laki mencapai
172cm.
Pola Hidup
Satu hal yang patut ditiru dari pola hidup penduduk asli suku
asmat,mereka merasa dirinya adalah bagian dari alam, oleh karena itulah
mereka sangat menghormati dan menjaga alam sekitarnya, bahkan, pohon
disekitar tempat hidup mereka dianggap menjadi gambaran dirinya. Batang
pohon menggambarkan tangan, buah menggambarkan kepala, dan akar
menggambarkan kaki mereka.
Rumah Adat
Rumah Tradisional Suku Asmat adalah
Jeu dengan panjang sampai 25
meter.Sampai sekarang masih dijumpai Rumah Tradisional ini jika kita
berkunjung ke Asmat Pedalaman.Bahkan masih ada juga di antara mereka
yang membangun rumah tinggal diatas pohon.
|
Rumah Suku Asmat/Rumah JEU |
Agama
Masyarakat Suku Asmat beragama Katolik,Protestan,dan Animisme yakni
suatu ajaran dan praktek keseimbangan alam dan penyembahan kepada roh
orang mati atau patung. Bagi Suku Asmat ulat sagu merupakan bagian
penting dari ritual mereka.Setiap ritual ini diadakan,dapat
dipastikan,kalau banyak sekali ulat yang dipergunakan.
Kepercayaan Dasar
Adat istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa yang
berasal dari dunia mistik atau gaib yang lokasinya berada di mana
mentari tenggelam setiap sore hari. Mereka yakin bila nenek moyangnya
pada jaman dulu melakukan pendaratan di bumi di daerah pegunungan.
Selain itu orang suku Asmat juga percaya bila di wilayahnya terdapat
tiga macam roh yang masing-masing mempunyai sifat baik, jahat dan yang
jahat namun mati. Berdasarkan mitologi masyarakat Asmat berdiam di Teluk
Flamingo, dewa itu bernama
Fumuripitis. Orang Asmat yakin bahwa di
lingkungan tempat tinggal manusia juga diam berbagai macam roh yang
mereka bagi dalam 3 golongan.
- Yi – ow atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama bagi keturunannya.
- Osbopan atau roh jahat dianggap penghuni beberapa jenis tertentu.
- Dambin – Ow atau roh jahat yang mati konyol.
UPACARA
Upacara
besar menyangkut seluruh komuniti desa yang selalu berkaitan dengan
penghormatan roh nenek moyang seperti berikut ini :
- Mbismbu (pembuat tiang)
- Yentpokmbu (pembuatan dan pengukuhan rumah yew)
- Tsyimbu (pembuatan dan pengukuhan perahu lesung)
- Yamasy pokumbu (upacara perisai)
- Mbipokumbu (Upacara Topeng)
Suku ini percaya bahwa sebelum memasuki surga, arwah orang yang sudah
meninggal akan mengganggu manusia. Gangguan bisa berupa penyakit,
bencana, bahkan peperangan. Maka, demi menyelamatkan manusia serta
menebus arwah, mereka yang masih hidup membuat patung dan menggelar
pesta seperti pesta patung bis (Bioskokombi), pesta topeng, pesta
perahu, dan pesta ulat-ulat sagu.
Mata Pencaharian
Kebiasaan bertahan hidup dan mencari makan antara suku yang satu
dengan suku yang lainnya di wilayah Distrik
Citak-Mitak ternyata hampir
sama. suku asmat darat, suku citak dan suku mitak mempunyai kebiasaan
sehari-hari dalam mencari nafkah adalah
berburu binatang hutan seperti,
ular, kasuari, burung, babi hutan dll. mereka juga selalu meramuh /
menokok sagu sebagai makan pokok dan nelayan yakni mencari ikan dan
udang untuk dimakan. kehidupan dari ketiga suku ini ternyata telah
berubah.
Sehari-hari orang Asmat bekerja dilingkungan sekitarnya,terutama
untuk mencari makan, dengan cara berburu maupun berkebun, yang tentunya
masih menggunakan metode yang cukup tradisional dan sederhana. Masakan
suku Asmat tidak seperti masakan kita. Masakan istimewa bagi mereka
adalah ulat sagu. Namun sehari-harinya mereka hanya memanggang ikan atau
daging binatang hasil buruan.
Masakan suku Asmat tidak seperti masakan kita. Masakan istimewa bagi
mereka adalah ulat sagu. Namun sehari-harinya mereka hanya memanggang
ikan atau daging binatang hasil buruan.
Dalam kehidupan suku Asmat “batu” yang biasa kita lihat dijalanan
ternyata sangat berharga bagi mereka. Bahkan, batu-batu itu bisa
dijadikan sebagai mas kawin. Semua itu disebabkan karena tempat tinggal
suku Asmat yang membetuk rawa-rawa sehingga sangat sulit menemukan
batu-batu jalanan yang sangat berguna bagi mereka untuk membuat kapak,
palu, dan sebagainya.
Makanan Pokok
Makanan Pokok orang Asmat adalah
sagu, hampir setiap hari mereka makan
sagu yang dibuat jadi bulatan-bulatan yang dibakar dalam bara
api.Kegemaran lain adalah makan
ulat sagu yang hidup dibatang pohon
sagu,biasanya ulat sagu dibungkus dengan daun nipah,ditaburi sagu,dan
dibakar dalam bara api.Selain itu sayuran dan ikan bakar dijadikan
pelengkap. Namun demikian yang memprihatinkan adalah masalah sumber air
bersih.Air tanah sulit didapat karena wilayah mereka merupakan tanah
berawa.Terpaksa menggunakan air hujan dan air rawa sebagai air bersih
untuk kebutuhan sehari-hari.
ulat sagu
Cara Merias Diri
Suku asmat memiliki cara sederhana untuk merias diri
mereka. mereka hanya membutuhkan tanah merah untuk menghasilkan warna
merah. untuk menghasilkan warna putih mereka membuatnya dari kulit
kerang yang sudah dihaluskan. sedangkan warnah hitam mereka hasilkan
dari arang kayu yang dihaluskan. cara menggunakan pun cukup simpel,
hanya dengan mencampur bahan tersebut dengan sedikit air, pewarna itu
sudah bisa digunakan untuk mewarnai tubuh.
Unik
Dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, baik kaum pria maupun wanita
melakukannya di ladang atau kebun, disaat prianya pulang dari berburu
dan wanitanya sedang berkerja di ladang. Selanjutnya, ada peristiwa yang
unik lainnya dimana anak babi disusui oleh wanita suku ini hingga
berumur 5 tahun.
Pertentangan
Ada banyak pertentangan di antara desa berbeda Asmat. Yang paling
mengerikan adalah cara yang dipakai Suku Asmat untuk membunuh musuhnya.
Ketika musuh dibunuh, mayatnya dibawa ke kampung, kemudian dipotong dan
dibagikan kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Mereka
menyanyikan lagu kematian dan memenggalkan kepalanya. Otaknya dibungkus
daun sago yang dipanggang dan dimakan. Namun hal ini sudah jarang
terjadi bahkan hilang resmi dari ingatan.
Bencana Yang Di Waspadai
Bencana bagi Suku Asmat kurang lebih ada 3,yaitu ;
- Penyakit Malaria
- Buaya
- HIV/AIDS
Setelah virus HIV/AIDS marak di Asmat dan mulai merenggut korban
jiwa,semakin bertumpuk daftar persoalan yang harus dihadapi PEMDA dan
seluruh masyarakat Asmat.Sebagai sebuah Kabupaten baru yang tengah
sibuk-sibuknya melakukan pembenahan infrastruktur dan segala sesuatu
yang dibutuhkan dalam rangka menyelenggarakan sebuah pemerintahan
baru,dalam berbagi aspek,berjangkitnya HIV/AIDS ini merupakan sebuah
pukulan telak yang bakal menyedot dana,waktu,tenaga,dan pikiran dari
segenap komponen masyarakat Asmat,instansi-instansi terkait dalam
jajaran pemerintahan Kabupaten Asmat khususnya dan sudah pasti butuh
Pemerintah Pusat perlu segera mengambil langkah-langkah
penanggulanggannya.
Persebaran
Suku asmat tersebar dan mendiami wilayah disekitar pantai laut
arafuru dan pegunungan jayawijaya, dengan medan yang lumayan berat
mengingat daerah yang ditempati adalah hutan belantara, dalam kehidupan
suku Asmat, batu yang biasa kita lihat dijalanan ternyata sangat
berharga bagi mereka. Bahkan, batu-batu itu bisa dijadikan sebagai mas
kawin. Semua itu disebabkan karena tempat tinggal suku Asmat yang
membetuk rawa-rawa sehingga sangat sulit menemukan batu-batu jalanan
yang sangat berguna bagi mereka untuk membuat kapak, palu, dan
sebagainya.
___________________________________________________________________________________
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kepustakaan
- Koentjaraningrat (1998) Pokok-pokok Etnografi. Jakarta: Rineka Cipta
- Koentjaraningrat (1980) Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI Press
- Sudarman, Dea (1993) Menyingkap Budaya Suku Pedalaman Irian Jaya. Jakarta: Delata
PENANGGUNG JAWAB
HADI ISWANDI M.Si, Selaku dosen pembimbing di UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
Fakultas Ekonomi/Akutansi B4 sore.
Bibliografi
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Asmat#Kampung_Asmat
http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1245/suku-asmat-kekerabatan-dan-garis-keturunan
http://folktalesnusantara.blogspot.com/2008/12/ker-araucasam-atakham.html